Kadang pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan dengan mudah dan cepat tetapi malah dikerjakan dengan berlama-lama, agar terlihat sulit sehingga ketika pekerjaan selesai akan mendapat pujian dari pimpinan serta karyawan/pegawai lainya.
Dalam cerita fiksi pendek ini menggambarkan bahwa masih ada slogan “busuk” yang dipakai oleh pegawai pemerintah maupun swasta bahwa “Jika bisa dipersulit mengapa harus dipermudah”. Wkwkkw…. Koplak
Begini cerita fiksi pendek-nya…
Pulang acara yasinan saya tersenyum dan merasa geli sendiri setelah mendengar obrolan para simbah dan bapak-bapak jama’ah yasin yang siang tadi menonton pertandingan sepak bola dilapangan desa.
Para simbah dan bapak-bapak bercerita bahwa dalam pertandingan sepak bola tadi siang ada pemain yang terkena kartu kuning di area pinalti, maka jelas mendapat hukuman tendangan pinalti.
Yang membuat para simbah dan penonton lainya merasa geregetan adalah tatkala “sang Penembak” jitu diberikan kesempatan untuk melakukan tendangan pinalti ke gawang lawan malah mengoperkan bolanya ke teman mainya yang posisinya jauh dari area pinalti (gawang).
Ketika ditanya, sang penembak jitu beralasan agar kipper lawan menjadi bingung sehingga arah bola menjadi liar dan bola akan masuk dengan sendirinya. Wkwkwk…
Sebagian kawan satu tim-nya marah, tapi Sebagian juga ada yang senang. Teman satu tim yang senang beralasan bahwa dalam suatu permainan harus dapat berbagi antar teman sehingga teman-nya juga mempunyai kesempatan untuk meng-Gol-kan bola, menurutnya ini adalah strategi permainan yang baik karena bisa berbagi dalam menciptakn gol.
Sedangkan teman yang marah beralasan bahwa setiap pemain memiliki kompetensi masing-masing sesuai dengan peran-nya. Ketika dipercaya sebagai penembak jitu (tendangan pinalti) maka harus dilakukan sebaik mungkin dengan berkonsentrasi penuh pada bola dan penjaga gawang lawan.
Selain itu, setiap pemain sudah memiliki posisi masing-masing sehingga ketika posisinya sebagai eksekutor maka jangan lagi ragu untuk melakukan eksekusi, asalkan sesuai prosedur.
Sedangkan para penonton, termasuk “simbah-simbah” jama’ah yasin merasa geregetan, mereka berkomentar “lah wong tinggal tendang ke gawang kok malah di oper koncone” padahal kesempatan emas untuk membuat gol.
Saya sebagai pendengar cerita dari para simbah-simbah tadi hanya merasa geli dengan model permainan bola yang demikian. Dalam hati saya berkata, pemahaman “kebersamaan” dan “Profesionalisme” yang tidak pas.
…………………….
Cerita diatas menggambarkan pekerjaan seseorang dalam suatu Lembaga/ institusi/ kelompok yang salah dalam memahami arti demokrasi dan kebersamaan dalam bekerja.
Sebagai contoh, suatu saat seorang juru bayar diperusahaan mendapat mandat dari pimpinan untuk mengumpulkan iuran kepada para karyawanya.
Iuran ini sebenarnya sudah menjadi kebiasaan dalam perusahaan tersebut jika salah satu anggota keluarga karyawan ada yang sakit dan dirawat di Rumah Sakit maka juru bayar akan mengumpulkan dana iuran untuk membantu keluarga yang sakit tersebut.
Besaran dana iuran juga sebenarnya sudah disepakati sebelumnya, tetapi dalam kasus diatas seorang juru bayar yang biasanya hanya mengumpulkan dana malah meminta pendapat kepada semua karyawan yang ada terkait dengan besaran iuran.
Silang pendapat antar karyawan pun terjadi, tetapi hasil akhirnya adalah keputusan pimpinan sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di perusahaan tersebut.
1 comment
mampir ke website kampus aku yukk walisongo.ac.id