Model pembelajaran penemuan (Discovery Learning)
Model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) adalah memahami konsep, arti, dan hubungan,
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat,
terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa hukum, konsep dan prinsip, melalui observasi, klasifikasi, pengukuran,
prediksi, penentuan dan inferi(pengambilan
keputusan/kesimpulan). Proses
tersebut disebut cognitive process sedangkan discoveryitu sendiri
adalah the mental process of assimilating concepts and principles in the
mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).Sebagai Contoh penerapan model ini
melalui strategi deduktif dimana peserta didik diberikan tugas untuk menentukan
rumus luas lingkaran melalui permainan kertas berbentuk lingkaran yang dibagi dalam
n sektor yang sama besar, kemudian menyusunnya sedemikian rupa sehingga
berbentuk seperti persegi panjang dan rumus keliling sudah diketahui
sebelumnya. Dari permainan kertas tersebut peserta didik dapat menemukan bahwa
luas lingkaran adalah:
a.
Tujuan
pembelajaran model Discovery Learning
1) Meningkatkan
kesempatan peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran;
2) Peserta
didik belajar menemukan pola dalam situasi konkrit maupun abstrak;
3) Peserta
didik belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan memperoleh
informasi yang bermanfaat dalam menemukan;
4) Membantu
peserta didik membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling membagi
informasi serta mendengarkan dan menggunakan ide-ide orang lain;
5) Meningkatkan
keterampilan konsep dan prinsip peserta didik yang lebih bermakna;
6) Dapat
mentransfer keterampilan yang dibentuk dalam situasi belajar penemuan ke dalam
aktivitas situasi belajar yang baru.
b.
Sintak
model Discovery Learning
1)
Pemberian rangsangan (Stimulation)
Langkah ini dilakukan dapat berupa cerita atau gambar dari suatu kejadian
sehingga memberikanarahan
pada persiapan menemukan suatu konsep/prinsip atau formulasi.
2)
Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem
Statement)
Tahap ini peserta didik diajak untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan masalah
dari kejadian dan selanjutnya dikembangkan jawaban sementaraatau hipotesis terhadap
konsep/prinsip atau formulasi.
3)
Pengumpulan data (Data Collection)
Dapat berupa observasi terhadap objek atau uji coba dalam kaitan
hipotesis
4)
Pembuktian (Verification)
Pada
tahap ini dilakukan pengolahan dan verifikasi data terhadap
hipotesis.
5)
Menarik simpulan/generalisasi (Generalization)
Melakukan generalisasi konsep/prinsip atau
formulasi yang sudah dibuktikan.
Model Inquiry Learning Terbimbing dan Sains
Model pembelajaran yang dirancang membawa peserta didik dalam proses
penelitian melalui penyelidikan dan penjelasan dalam setting waktu yang singkat (Joice &Wells, 2003).
Model pembelajaran Inkuiri terbimbing merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh
kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu secara sistematis kritis
dan logis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri temuannya dari sesuatu
yang dipertanyakan. Sedangkan
Inkuiri Sains esensinya adalah melibatkan siswa pada kasus yang nyata di dalam
penyelidikan dengan cara mengkonfontasi dengan area yang diselidiki, dengan
cara membantu mereka mengidentifikasi konsep atau metodologi pada area
investigasi serta mendorong dalam cara-cara mengatasi masalah.
a. Tujuan model pembelajaran Inquiry
Untuk mengembangkan kemampuan berfikir secara
sistimatis, logis dan kritis sebagai bagian dari proses mental.
b.
Sintak/tahap
model inkuiri terbimbing
1)
Orientasi masalah
Memberikan suatu
permasalahan pada peserta didik yang harus dipecahkan seperti: contohbola lampu
putus.
2)
Pengumpulan data dan verifikasi
Pada tahapan ini
peserta didik mengumpulkan data berkaitan dengan bahan/bagian/kondisi yang berhubungan
dengan permasalahan.
3)
Pengumpulan data melalui eksperimen
Peserta didik
melakukan pengumpulan data dengan memeriksa fungsi bahan/bagian dan kondisi.
4)
Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi
Pada tahap ini
peserta didik melakukan perumusan atauformulasi berdasarkan hasil eksperimen
berkaitan dengan permasalah.
5)
Analisis proses inkuiri
Pada tahap ini
peserta didik melakukan generalisasi berkaitan dengan permasalahan.
c.
Sintak/tahap
model inkuiri Sains (Biology)
1)
Siswa disajikan suatu bidang penelitian
Pada tahap ini peserta didik disajikan bidang
penelitian seperti contoh: “pencemaran sungai”,termasuk metodologi yang
digunakan pada penelitian tersebut.
2)
Menstrukturkan (Menyusun) problem/masalah
Peserta didik diajak untuk mengembangkan
masalah dan mengidentifikasi
masalah yang terdapat dalam penelitian tersebut. Pada tahap ini, bisa saja
siswa akan mengalami beberapa kesulitan yang harus mereka atasi,
sepertiinterpretasi data, generalisasi data, kontrol ujicoba, atau pembuatan
kesimpulan.
3)
Mengidentifikasi masalah dalam penelitian
Peserta didik
diminta untuk berspekulasi tentang masalah tersebut; sehingga mereka dapat
mengidentifikasi kesulitan dalam proses penelitian.
4)
Menyelesaikan kesulitan/masalah
Peserta didik diminta untuk berspekulasi tentang cara untuk mengatasi kesulitan/masalah,
dengan merancang kembali ujicoba, mengolah data dengan cara yang berbeda,
mengeneralisasikan data danmengembangkan konstruk.
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada teori
belajar konstruksivistik yang menggunakan
berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu maupun kelompok
serta lingkungan nyata (autentik) untuk mengatasi permasalahan sehingga bermakna, relevan, dan kontekstual
(Tan Onn Seng, 2000).Problem Based Learning untuk
pemecahan masalah yang komplek, problem-problem nyata dilakukan menggunakan pendekataan studi kasus, penelitian dan penetapan solusi untuk pemecahan masalah (Bernie Trilling & Charles
Fadel, 2009: 111). Untuk itu pembelajaran model ini belajarnya diawali
dengan permasalahan dan diupayakan sebagai permasalahan yang nyata atau realsebagai
penggerak proses pembelajaran.
a.
Tujuan pembelajaran PBL
Untuk meningkatkan kemampuan dalam menerapkan konsep-konsep pada
permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep High Order Thinking Skills (HOTS) yakni
pengembangan kemampuan berfikir kritis, kemampuan
pemecahan masalah dansecara aktif mengembangkankeinginan dalam belajar dengan mengarahkan belajar diri sendiri dan
keterampilan belajar (Norman and Schmidt, 1992). Pengembangan kemandirian belajar dapat terbentuk ketika peserta didik
berkolaborasi untuk mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber-sumber belajar
yang relevan untuk menyelesaikan masalah.
Brasford and Stein dalam David H. Jonanssen (2011:3) menguraikan“belajar
pemecahan masalah adalah seperangkat proses pengidentifikasian potensi masalah,
penentuan masalah, mengembangkan strategi pemecahan yang tepat, melaksanakan
pemecahan dan memeriksa ulang serta mengevaluasi pengaruh dari pelaksanaan
pemecahan”.
Pembelajaran pendekatan pemecahan masalahakan memberikan pengalaman
belajar pada peserta didik yang lebih mendalam terhadap kompetensi yang dipelajarinya
dibanding dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan tradisional. Kemampuan
memecahkan masalah merupakan kecerdasan beralasan yang menuntut dan
digunakannya kemampuan berpikir tingkat tinggi oleh peserta didik. Untuk itu
peserta didik ditempatkan dalam situasi permasalahan, yang selanjutnya peserta
didik akan menggunakan memorinya untukmengingat kembali aturan-aturan atau
konsep yangsesuai dan menerapkannya dalam usaha menemukan solusi pemecahan
permasalahan.
b.
Prinsip-prinsip pembelajaran PBL
Terdapat sejumpah prinsip-prinsip penting
yang harus diperhatikan oleh pengajar dalam penggunaan pendekatan pembelajaran
pemecahan masalah baik digunakan melalui pengajaran di kelas maupun pengajaran
dengan setting berbasis komputer. Adapun prinsip-prinsip tersebutsebagai
berikut.
1) Pemecahan masalah
yang berkaitan dengan keterampilan kerja atau pekerjaan pada dunia nyata (real
job), penekanan pengajarannya harus dilakukan secara tepat dalam hal
pengidentifikasianpengetahuan deklarative (konsep/prinsip) dan pengetahuan
prosedural.
2) Dalam langkah
pendahuluan berkaitan dengan kontek pemecahan masalah, pengajaran bisa
dilakukan dengan cara penyajian pengetahuan prosedural atau pengetahuan
deklarative lebih awal, atau juga dapat dilakukan dengan cara pengintegrasian
kedua pengetahuan tersebut (pengetahuan deklarative dan prosedural).
3) Ketika mengajar
pengetahuan deklaratif , penekanan dilakukan pada model mental yang sesuai
dengan pemecahan masalah yang akan dihadapi melalui cara penjelasan struktur
pengetahuan dan menanyakan kepadapeserta didik untuk memprediksi apa yang akan
terjadi atau penjelasan mengapa sesuatu itu terjadi.
4) Menekankan pada
pengajaran pemecahan masalah bentuk strukturmoderat dan struktur tidak
beraturan sejauh pembahasannya untuk mencapaitujuan pembelajaran.
5) Mengajarkan
keterampilan pemecahan masalah sesuai dengan kontek yang akan digunakan peserta
didik. Menggunakan masalah-masalah yang otentik, juga dalam praktek dan
penilaiannya baik dalam skenario belajar berbentuk simulasi atauproyek.
6) Gunakan strategi
mengajar deduktif untuk pengetahuan deklarativedan bentuk pemecahan masalah
terstruktur/sistimatis
7) Gunakan strategi
mengajar induktif untuk meningkatkan model berpikir sintesis dan bentuk
pembelajaran pemecahan masalah moderat serta struktur tidak beraturan (ill structured) .
8) Menggunakan
latihan permasalahan, langkah ini akan membantu peserta didik memahami tujuan
dan membantu mereka menguraikan kedalam tujuan-tujuan antara.
9) Gunakan
kesalahan-kesalahan yang dibuat peserta didik dalam pemecahan masalah sebagai
bukti konsepsi yang tidak tepat dan menebak-nebak. Jika dimungkinkan tentukan
konsepsi yang salah dan konsepsi yang tepat.
10) Ajukan pertanyaan
dan berikan saran tentang strategi untuk meningkatkan peserta didik melakukan
refleksi pada strategi pemecahan masalah yang sedang mereka gunakan. Langkah
ini dapat dilakukan sebelum atau sesudah peserta didik melakukan tindakan
pemecahan masalah.
11) Memberikan
latihan denganstrategi pemecahan masalah yang hampir sama dalam berbagai kontek
untuk meningkatkan pegeneralisasian.
12) Ajukan pertanyaan
yang dapat meningkatkan peserta didik dalam menyerap keterampilan
megeneralisasi dalam berbagai permasalahan dengan materi yang berbeda.
13) Gunakan berbagai
jenis kontek, masalah dan gaya mengajar yang akan meningkatkan keingin tahuan,
motivasi, percaya diri, ketekunan dan pengetahuan tentang diri sertamereduksi
kehawatiran peserta didik.
14) Rencanakan
serangkaian pembelajaran yang menumbuhkan hingga kesempurnaan dari tingkat
pemula hingga pemahaman tingkat akhli/kompeten daristruktur pengetahuan yang
digunakan.
15) Jika mengajar
bentuk pemecahan masalah dengan struktur tersusun baik (well structure
problem), yakinkan peserta didik dapat mengikuti pembelajaran pemecahan masalah
dengan baik. Jika prosedur belajar tersebut dilakukan terus menerus oleh
peserta didik pada bentuk pembelajaran pemecahan yang hampir sama, maka akan
terbentuk kemampuan yang otomatis.
16) Jika mengajar
dengan pendekatan pemecahan masalah bentuk struktur moderat, dorong peserta
didik menggunakan pengetahuan deklaratifnya untuk mengembangkan strategi yang
sesuai dengan kontek dan permasalahannya. Mengikuti berbagai banyak strategi
yang tepat untuk mencapai solusi dan mereka dapat membandingkannya hingga mana
yang paling efektif dan efisien.
17) Jika mengajar
dengan pendekatan pemecahan masalah bentuk struktur yang tidak beraturan (Ill
structure problem), dorong peserta didik menggunakan pengetahuan deklaratifnya
untuk menetapkan tujuan dengan solusi yang dapat diterima dan dikembangkan.
Ikuti strategi pemecahan dan solusi yang tepat kemudian bandingkan oleh peserta
didik hingga mana yang paling efektif dan efisien dari berbagai strategi dan
solusi tersebut.
1. Sintak model Problem Based Learning dari Bransford
and Stein (dalam Jamie Kirkley, 2003:3) terdiri atas:
1)
Mengidentifikasi masalah
Pada tahapan ini
dilakukan pengidentifikasian masalah melalui curah pendapat dari kasus yang
diberikan.
2)
Menetapkan masalah melalui berpikir tentang masalah dan menyeleksi
informasi-informasi yang relevan
Pada tahap ini
peserta didik diajak mendata sejumlah fakta pendukung sesuai dengan masalah,
dan pengetahuan-pengetahuan yang harus diketahui (pengetahuan deklaratif berupa
konsep dan prinsip) berkenaan dengan masalah.
3)
Mengembangkan solusi melalui pengidentifikasian alternatif-alternatif,
tukar-pikiran dan mengecek perbedaan pandang
Pada tahap ini
peserta didik diajak berfikir untuk mengembangkan pemecahan masalah melalui
berfikir prosedur untuk melakukan penelaahan letak penyebab masalah melalui
pengumpulan imformasi dari setiap langkah melalui pemeriksaan hingga ditemukan
penyebab utama masalah.
4)
Melakukan tindakan strategis
Peserta didik
diajak mengembangkan tindakan strategis yang didasarkan atas temuan untuk
memecahkan masalah.
5)
Melihat ulang dan mengevaluasi pengaruh-pengaruh dari solusi yang
dilakukan
Peserta didik
diajak memeriksa pengaruh hasil tindakan terhadap permasalahan yang terjadi di
dalam sistem, dengan menggunakan rujukan seperti contoh service manual hingga
sistem bekerja secara normal sesuai tuntutan rujukan.
c.
Sintak model Problem Solving Learning Jenis Trouble Shooting (David H. Jonassen,
2011:93) terdiri atas:
1)
Merumuskan uraian masalah
Pada tahap ini,
peserta didik dihadapkan pada kasus, mengidentifikasi masalah dan merumuskan
kemungkinan penyebab masalah.
2)
Mengembangkan kemungkinan penyebab
Pengembangan
kemungkinan penyebab dilakukan berdasarkan observasi dan pemeriksaan terhadap
fungsi yang di dasarkankonsep atau prinsip.
3)
Mengetes penyebab atau proses diagnosis
Menganalisis
data-data hasil pemeriksaan dan menentukan penyebab utama menggunakan berfikir
prosedur serta melakukan perlakuan/perbaikan.
4)
Mengevaluasi
Memeriksa hasil
perlakuan/perbaikan dan membandingkannya dengan acuan rujukan atau service
manual untuk menentukan kasus/permasalahan telah dapat diatasi.
Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL)
Model pembelajaran PjBL merupakan pembelajaran dengan menggunakan
proyek nyata dalam kehidupan yang didasarkan pada motivasi tinggi, pertanyaan
menantang, tugas-tugas atau permasalahan untuk membentuk penguasaan kompetensi
yang dilakukan secara kerja sama dalam upaya memecahkan masalah (Barel, 2000
and Baron, 2011).
a. Kriteria Penerapan PjBL
Model
pembelajaran ini akan efektif apabila memenuhi tiga kriteria yakni:
1) Kompetensi Dasar yang akan diajarkan dari kurikulum
kompetensi keahlian di konstruk dalam permasalahan kontektual yang menekankan
pada keterampilan kognitif(higher order
thingking skill) dan pengetahuan pada bentuk metakognitif.
2) pembelajaran dikembangkan berpusat pada peserta didik (Student Centre Learning) dalam bentuk
grup-grup kecil yang aktif dimana guru berfungsi sebagai fasilitator.
3) Hasil pembelajaran difokuskan pada pengembangan
keterampilan, motivasi dan penumbuhan belajar sepanjang hayat (life long learning).
b.
Tujuan Project Based Learning
Meningkatkan motivasi belajar, team work, keterampilan kolaborasi dalam
pencapaian kemampuan akademik level tinggi/taksonomi tingkat kreativitas yang
dibutuhkan pada abad 21 (Cole & Wasburn Moses, 2010).
c.
Sintakmodel
pembelajaran Project Based Learning
1)
Penentuan pertanyaan mendasar (Start
with the Essential Question)
Pada tahap ini
peserta didik secara kelompok/individu dihadapkan pada bagaimana cara mengatasi
permasalahan dan menentukan projek yang paling tepat cara mengatasi masalah.
2)
Mendesain perencanaan proyek
Peserta didik
merancang projek yang telah di tentukan baik desain/perencanaan, gambar, bahan
maupun teknis pengerjaannya.
3)
Menyusun jadwal (Create a Schedule)
Tahap ini peserta
didik menyusun jadwal (waktu pelaksanaan), distribusi kerja dan presentasi.
4)
Memonitor kemajuan proyek (Monitor
the Progress of the Project)
Tahap ini peserta
didik mengerjakan projek sesuai rancangan dan distribusi kerja serta
menyampaikan progres/kemajuan pengerjaan projek.
5)
Menguji hasil (Assess the Outcome)
Peserta didik memeriksa
hasil projek dengan membandingkan dengan rancangan dan pendidik menilai
kemajuan peserta didik.
6)
Mengevaluasi pengalaman (Evaluate the Experience)
Melakukan
refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan.
Model pembelajaran Production Based Training/Production Based Education and Training
Model inimerupakan proses pendidikan dan pelatihan yang menyatu pada proses
produksi, dimana peserta didik diberikan pengalaman belajar pada situasi yang
kontekstual mengikuti aliran kerja industri mulai dari perencanaan berdasarkan
pesanan, pelaksanaan dan evaluasi produk/kendali mutu produk, hingga langkah
pelayanan pasca produksi.
a. Tujuan
Menyiapkan peserta didik agar memiliki kompetensi
kerja yang berkaitan dengan kompetensi teknis serta kemampuan kerjasama (berkolaborasi) sesuai tuntutan organisasi kerja.
b. Sintaksmodel pembelajaran Production
Based Trainning
1)
Merencanakan
produk
Membuat perencanaan produk dapat berupa benda
hasil produksi/layanan jasa/perencanaan pertunjukanyang dapat dilakukan dari
mulai menggambar detail/membuat pamflet (berisi tgl waktu pertunjukan,isi
cerita),perhitungan kebutuhan bahan/kostum, peralatan, dan teknik pengerjaanserta
alur kerja/koordinasi kerja.
2)
Melaksanakan
proses produksi
Pada sintak ini peserta didik diajak
melakukan tahapan produksi berdasarkan rencana produk benda/layanan jasa/perencanaan
pertunjukan, alur kerja/koordinasi kerja serta memonitor proses produksi.
3)
Mengevaluasi
produk (melakukan kendali mutu)
Pada langkah ini peserta didik diajak untuk
memeriksa hasil produk melalui membandingkan dengan tuntutan pada perencanaan
teknis.
4)
Mengembangkan
rencana pemasaran
Peserta didik diajak mempersiapkan rancangan
pemasaran baik dalam jejaring (daring) maupunluar jejaring (luring) berbentuk
brosur/pamflet dan mempresentasikannya.
(Diadaptasi dari
Ganefri; 2013,G.Y. Jenkins, 2005).
Model pembelajaran Teaching Factory
a. Konsep Teaching Factory pada SMK
Pembelajaran
Teaching Factoryadalah model
pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang mengacu pada standar dan
prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang
terjadi di industri. Pelaksanaan Teaching Factorymenuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai
pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan di SMK. Pelaksanaan Teaching Factory (TEFA) juga harus
melibatkan pemerintah,pemerintah daerah dan stakeholders
dalam pembuatan regulasi, perencanaan, implementasi maupun evaluasinya.
Pelaksanaan
Teaching Factorysesuai Panduan TEFA
Direktorat PMK terbagi atas 4 model, dan dapat digunakan sebagai alat pemetaan
SMK yang telah melaksanakan TEFA. Adapun model tersebutadalah sebagai berikut:
1)
Model pertama, Dual Sistem dalam bentuk praktik kerja lapangan adalah pola
pembelajaran kejuruan di tempat kerja yang dikenal sebagai experience based training atau enterprise
based training.
2)
Model kedua, Competency Based Training (CBT)
atau pelatihan berbasis kompetensi merupakan sebuah pendekatan pembelajaran
yang menekankan pada pengembangan dan peningkatan keterampilan dan pengetahuan
peserta didik sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Pada model ini, penilaian peserta didik
dirancang untuk memastikan
bahwa setiap peserta didik telah mencapai keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan pada setiap unit kompetensi yang ditempuh.
3)
Model ketiga,Production
Based Education and Training(PBET) merupakan
pendekatan pembelajaran berbasis produksi. Kompetensi yang telah dimliki oleh
peserta didik perlu diperkuat dan dipastikan keterampilannya dengan memberikan
pengetahuan pembuatan produk nyata yang dibutuhkan dunia kerja (industri dan
masyarakat).
4)
Model keempat, Teaching Factoryadalah konsep pembelajaran berbasis industri
(produk dan jasa) melalui sinergi sekolah dan industri untuk menghasilkan
lulusan yang kompeten dengan kebutuhan pasar.
b. Tujuan pembelajaran Teaching Factory
1)
Mempersiapkan lulusan SMK menjadi
pekerja dan wirausaha;
2)
Membantu siswa memilih bidang kerja yang
sesuai dengan kompetensinya;
3)
Menumbuhkan kreatifitas siswa melalui learning by doing;
4)
Memberikan keterampilan yang
dibutuhkan dalam dunia kerja;
5)
Memperluas cakupan kesempatan
rekruitmen bagi lulusan SMK;
6)
Membantu siswa SMK dalam mempersiapkan
diri menjadi tenaga kerja, serta membantu menjalin kerjasama dengan dunia kerja
yang aktual;
7)
Memberi kesempatan kepada siswa SMK
untuk melatih keterampilannya sehingga dapat membuat keputusan tentang karier
yang akan dipilih.
Tujuan
yang selaras tentang pembelajaran teaching
factory (Sema E. Alptekin, Reza Pouraghabagher, atPatricia McQuaid, and Dan
Waldorf; 2001) adalah sebagai berikut.
1)
Menyiapkan lulusan yang lebih
profesional melalui pemberian konsep manufaktur moderen sehingga secara efektif
dapat berkompetitif di industri;
2)
Meningkatkan pelaksanaan kurikulum SMK
yang berfokus pada konsep manufaktur moderen;
3)
Menunjukan solusi yang layak pada
dinamika teknologi dari usaha yang terpadu;
4)
Menerima transfer teknologi dan informasi
dari industri pasangan terutama pada aktivitas peserta didik dan guru saat
pembelajaran.
c. Sintaksis Teaching
Factory
Atas dasar uraian di atas,
sintaksis pembelajaran teaching factory
dapat menggunakan sintaksis PBET/PBT ataudapat juga menggunakansintaksis yang
diterapkan di Cal Poly - San Luis Obispo USA ( Sema E. Alptekin : 2001) dengan
langkah-langkah yang disesuaikan dengan kompetensi keahlian :
1)
Merancang produk
Pada tahap ini peserta didik
mengembangkan produk baru/cipta resep atau produk kebutuhan sehari-hari (consumer goods)/merancang pertunjukankontemporer
dengan menggambar/membuat scrip/merancang pada komputer atau manual dengan data
spesifikasinya.
2)
Membuat prototype
Membuat produk/ kreasi baru /tester
sebagai proto type sesuai data spesifikasi.
3)
Memvalidasi dan memverifikasi prototype
Peserta didik melakukan validasi
dan verifikasi terhadap dimensi data spesifikasi dari prototype/kreasi baru/tester yang dibuatuntuk mendapatkan
persetujuan layak diproduksi/dipentaskan.
4)
Membuat produk masal
Peserta didik mengembangkan
jadwaldan jumlah produk/pertunjukan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Dadang
Hidayat (2011) berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, mengembangkan langkah-langkah
pembelajaran Teaching Factory sebagai
berikut.
1)
Menerima order
Pada langkah belajar ini peserta
didik berperan sebagai penerima order dan berkomunikasi dengan pemberi order
berkaitan dengan pesanan/layanan jasa yang diinginkan. Terjadi komunikasi
efektif dan santun serta mencatat keinginan/keluhan pemberi order seperti
contoh: pada gerai perbaikan Smart Phone
atau reservasi kamar hotel.
2)
Menganalisis order
Peserta didik berperan sebagai
teknisi untuk melakukan analisis terhadap pesanan pemberi order baik berkaitan
dengan benda produk/layanan jasa sehubungan dengan gambar detail, spesifikasi,
bahan, waktu pengerjaan dan harga di bawah supervisi guru yang berperan sebagai
supervisor.
3)
Menyatakan Kesiapan mengerjakan order
Peserta didik menyatakan kesiapan
untuk melakukan pekerjaan berdasarkan hasil analisis dan kompetensi yang
dimilikinya sehingga menumbuhkan motivasi dan tanggung jawab.
4)
Mengerjakan order
Melaksanakan pekerjaan sesuai
tuntutan spesifikasi kerja yang sudah dihasilkan dari proses analisis order.
Siswasebagaipekerjaharusmenaatiprosedur kerja yang sudah ditentukan. Dia harus
menaati keselamatan kerja dan langkah kerja dengan sungguh-sunguh untuk
menghasilkan benda kerja yang sesuai spesifikasi yang ditentukan pemesan
5)
Mengevaluasi produk
Melakukan penilaian terhadap
benda kerja/layanan jasa dengan cara membandingkan parameter benda kerja/layanan
jasa yang dihasilkan dengan data parameter pada spesifikasi order pesanan atau
spesifikasi pada service manual.
6)
Menyerahkan order
Peserta didik menyerahkan
order baik benda kerja/layanan jasa setelah yakin semua persyratan spesifikasi
order telah terpenuhi, sehingga terjadi komunikasi produktif dengan pelanggan.
No comments